Minggu, 09 April 2017

TESTIMONI PERKULIAHAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN

Nama: Filipus Riaman Napitu Saragih
NIM: 161301032

Berikut saya akan sharing testimoni/pengalaman pembelajaran saya belajar mata kuliah Psikologi Pendidikan di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Awalnya saya mengira bahwa mata kuliah ini hanya membahas seputar manajemen kelas atau cara mengajar/belajar semata. Tapi, ternyata cakupan pembelajaran ini cukup luas! Ternyata ada begitu banyak hal dan aspek-aspek yang perlu diperhatikan terutama lewat sudut pandang psikologis dalam mencapai tujuan dalam dunia pendidikan.

Tidak hanya aspek pembelajaran, aspek dari tenaga pengajar, muridnya sendiri, bahkan variansi individual, menjadi hal-hal yang patut diperhatikan dalam kegiatan belajar mengajar.

Selain materi-materi yang menarik. Dosen-dosen juga cukup mendukung pembelajaran dengan motivasi-motivasi pembelajaran yang mantab! Bagaimana kebiasan dapat memengaruhi tingkah laku kita, bahkan mungkin dalam proses mencapai hasil yang kita inginkan. Memang tidak dapat dipungkiri sebagai dosen, pemberian tugas baik secara kelompok maupun individu tidak dapat dihindari. Tetapi Dosen-Dosen cukup mendukung setiap pembelajaran kami.

Tugas yang paling menarik adalah observasi kesekolah, disitu kita belajar bagaimana sebagai mahasiswa, secara kelompok melakukan tugas outdoor secara mandiri, turun langsung kelapangan, untuk menelaah langsung sesuai kajian yang didapat selama masa perkuliahan. Alhasil banyak hal postif yang kami dapatkan, dimana tidak hanya teori, kami mendapatkan pemahaman lebih akan dunia pendidikan.

Rabu, 05 April 2017

Psikologi Pendidikan: Pendidikan Multikultural


Pendidikan multikultural adalah pendidikan yang menghargai perbedaan dan mewadahi beragam perspektif dari berbagai kelompok kultural. Tujuan penting dari pendidikan multikultural adalah pemerataan kesempatan bagi semua murid. Ini termasuk mempersemptit gap dalam prestasi akademik antara murid kelompok utama dengan kelompok minoritas (Bennet, 2003; Pang, 2001; Schmidt & Mosenthal, 2001).
Pendidikan multikultural muncul dari gerakan hak-hak sipil pada 1960-an dan gerakan untuk pemerataan kesetaraan dan keadilan sosial dalam masyarakat untuk wanita serta orang kulit berwarna. Sebagai sebuah bidang, pendidikan multikultural mencakup isu-isu yang berkaitan dengan  stasus sosioekonomi, etnisitas, dan gender. Karena keadilan sosial adalah salah satu nilai dasar dari bidang ini, maka reduksi prasangka dan pedagogi ekuitas menjadi komponen utamanya (Banks, 2001). Reduksi prasangka adalah aktivitas yang dapat diimplementasikan guru di kelas untuk mengeliminasi pandangan negatif dan stereotip terhadap orang lain. Pedagogi ekuitas adalah modifikasi proses pengajaran dengan memasukkan materi dan strategi pembelajaran yang tepat baik itu untuk anak lelaki maupun perempuan dan umtuk semua kelompok etnis.


Memberdayakan Murid
            Istilah pemberdayaan (empowerment) berarti memberi orang kemampuan intelektual dan keterampilan memecahkan masalah agar berhasil dan menciptakan dunia yang lebih adil. Pemberdayaan masih menjadi tema penting pada pendidikan multikultural dewasa ini (Schmidt, 2001). Menurut pandangan ini, sekolah harus memberi murid kesempatan untuk belajar tentang pengalaman, perjuangan, dan visi dari berbagai kelompok kultural dan etnis yang berbeda-beda (Banks, 2001, 2002, 2003). Harapannya adalah hali ini akan meningkatkan rasa harga diri minoritas, mengurangi prasangka,  dan memberikan kesempatan pendidikan yang lebih setara.

Sonia Nieto (1992), seorang keturunan Puerto Rico yang besar di New York City, percaya bahwa pendidikannya membuatnya merasa latar belakang kulturalnya kelihatan agak buruk. Dia memberikan rekomendasi sebagai berikut:
1.      Kurikulum sekolah harus jelas antirasis dan antidiskriminasi. Murid haarus bebas mendiskusikan isu etnis dan diskriminasi.
2.      Pendidikan multikultural harus menjadi bagian dari setiap pendidikan murid. Setiap murid harus menjadi bilingual dan mempelajari perspektif kultural yang berbeda-beda.
3.      Murid harus dilatih untuk lebih sadar budaya(kultur). Ini berarti mengajak murid untuk lebih terampil dalam menganalisis  kultur dan lebih menyadari faktor historis, sosial, dan politik yang membentuk pandangan mereka tentang kultur dan etnis. Harapannya adalah agar kajian kritis itu akan memotivasi murid untuk mengupayakan keadilan politik dan ekonomi.

Pengajaran yang relevan
            Pengajaran yang relevan secara struktural adalah aspek penting daari pendidikan multikultural (Gay, 2000; Irvine & Armento, 2001). Pengajaran ini dimaksudkan untuk menjalin hubungan dengan latar belakang kultural dari pelajar (Pang, 2001).
Para pakar pendidikan multikultural percaya bahwa guru yang baik akan mengetahui dan mengintegrasikan pengajaran yang relevan secara kultural ke dalam kurikulum karena akan membuat pengajaran menjadi lebih  efektif (Diaz, 2001).

Pendidikan yang Berpusat pada Isu
            Dalam pendekatan ini, murid diajari secara sistematis untuk mengkaji isu-isu yang berkaitan dengan kesetaraan dan keadilan sosial. Pendidikan ini tidakn hanya mengklarifikasi nilaim tetapi juga mengkaji alternatif dan konsekuensi dari pandangan  tertentu yang dianut murid. Pendidikan yang berpusat pada isu terkait erat dengan pendidikan moral.

Pikirkan contoh situasi dimana beberapa murid merasa tidak nyaman dengan kebijakan makan siang di sebuah sekolah menengah atas (Pang, 2001). Murid  yang mendapat subsidi dari pemerintah federal dipaksa untuk menggunakan bangku khusus di kafetaria, yang secara otomatis membuat mereka dikenali. Banyak dari murid yangberasal dari keluarga miskin ini merasa direndahkan dan dipermalukan sehingga bahkan ada yang tak mau makan siang. Murid-murid itu memberitahu guru tentang apa yang mereka alami dan kemudian diadakan diskusi. Murid dan guru bersama-sama menyususn rencana aksi untuk mengatasi persoalan keadilan sosial ini.  Rencanya kemudian dipaparkan di dewan sekolah distrik. Mereka kemudian merevisi  kebijakan makan siang di sepuluh sekolah menengah atas.


Daftar Pustaka:
Santrock, J. W. (2004). Psikologi Pendidikan. jakarta: PRENAMEDIAGROUP.

Psikologi Pendidikan: Cara Mengajar Efektif



            Mengajar adalah hal yang kompleks dan karena murid-murid itu bervariasi, maka tidak ada cara tunggal untuk mengajar yang efektif untuk semua hal (Diaz, 1997). Guru harus menguasai berbagai perspektif, memiliki strategi pembelajaran, dan harus bisa mengaplikasikannya secara fleksibel. Untuk itu butuhkan dua hal utama yaitu:
1.      Pengetahuan dan Keahlian profesional, dan
2.      Komitmen dan motivasi

A.    Pengetahuan dan Keahlian Profesional
Guru yang efektif menguasai materi pelajaran dan keahlian atau keterampilan mengajar      yang baik. Guru yang efektif memiliki strategi pembelajaran yang baik dan didukung oleh metode penetapan tujuan, rancangan pengajaran, dan manajemen kelas. Mereka tahu bagaimana memotivasi, berkomunikasi, dan berhubungan secara efektif dengan murid-murid dari beragam latar belakang kultural. Mereka juga memahami cara menggunakan teknologi yang tepat guna di dalam kelas.

1.      Penguasaan Materi Pelajaran
Guru yang efektif harus berpengatahuan, fleksibel, dan memahami materi. Tentu saja, pengetahuan subjek materi bukan hanya mencakup fakta, istilah, dan mkonsep umum. Ini juga membutuhkan pengetahuan tentang dasar-dasar pengorganisasian materi, mengaitkan berbagai gagasan, cara berpikir dan berargumen, pola perubahan dalam satu mata pelajaran, kepercayaan tentang mata pelajaran, dan kemampuan untuk mengaitkan satu gagasan dari suatu disiplin ilmu ke disiplin ilmu lainnya.

2.      Strategi Pengajaran
Prinsip kontruktivisme adalah inti dari filsafat pendidikan William James dan John Dewey. Konstruktivisme menekankan agaar individu secara aktif menyusun dan membangun (to construct) pengetahuan dan pemahaman. Menurut pandangan konstruktivisme, guru bukan sekedar memberi informasi kepikiran anak, akan  tetapi guru harus mendorong anak untuk mengneksplorasi dunia mereka, menemukan pengetahuan, merenung,  dan berpikir secara kritis (Brooks & Brooks, 2001). Reformasi pendidikan dewasa ini semakin mengarah kepengajaran berdasarkan perspektif konstruktivisme ini. Penganut  konstruktivisme memandang bahwa pendidikan anak Amerika sudah terlalu lama dalam menekankan agar anak duduk diam, menjadi pendengar pasif, dan menyuruh anak menghafal informasi yang relevan maupun yang relevan.

3.      Penetapan Tujuan dan Keahlian Perencanaan Instruksional
Guru yang efektif tidak hanya sekadar mengajar di kelas, entah itu dia menggunakan perspektif tradisioanal atau konstruksivisme. Mereka harus menentukan tujuan pengajaran dan menyusun rencana unutk menncapai tujaun itu (Pintrich & Schunk, 2002). Mereka juga harus menyusun kriteria tertentu agar sukses. Mereka menghabiskan banyak waktu untuk menyusun rencana instruksional, mengorganisasikan pelajaran agar murid memraih hasil maksimal dari kegiatan belajarnya. Dalam menyusun renncana, guru memikirkan tentang cara agar pelajaran bisa menantang sekaligus menarik.

4.      Keahlian Manajemen Kelas
Aspek penting lain untuk menjadi guru yang efektif adalah mampu menjaga kelas tetap aktif bersama dan mengorienttasikan kelas ke tugas-tugas. Guru yang efektif membangun dan mempertahankan lingkungan belajar yang kondusif.

5.      Keahlian Motivasional
Guru yang efektif punya strategi yang baik untuk memotivasi murid agar mau belajar (Boekaerts, Pintrich & Zeidner, 2000; Stipek, 2002). Para ahli psikologi pendidikan semakin percaya bahwa motivas ini paling baik didorong dengan memberi kesempatan murid untuk belajar di dunia nyata, agar setiap murid berkesempatan menemui sesuatu yang baru dan sulit (Brophy, 1998). Guru yang efektif tahu bahwa murid akan termotivasi saat mereka bisa memilih sesuatu yang sesuai dengan minatnya. Guru yang baik akan memberi kesempatan murid untuk berpikir kreatif dan mendalam untuk proyek mereka sendiri  (Runco).


6.      Belajar Secara Efektif dengan Murid dari Latar Belakang Kultural yang Berlainan
di dunia yang saling berhubungan secara kultural ini, guru yang efektif harus mengnetahui dan memahami anak dengan latar belakang kultural yang berbeda-beda, dan sensitif terhadap kebutuhan mereka (Cushner, 2003; Johnson,2002; Johnson & Johnson, 2002; Spring 2002) guru yang efektif mendorong murid untuk menjalin hubungan positif dengan murid yang berbeda.
Persoalan kultural yang harus dipahami dengan baik oleh guru yang kompeten antara lain:
a.       Apakah saya mengetahui kekuatan dan kompleksitas pengaruh kultural terhadapa murid?
b.      Apakah penilaian saya tentang murid memang ada dasarnya secara kultural atau hanya prasangka?
c.       Apakah saya sudah melihat dari perspektif murid saya yang datang dari latar belakang kultural yang berbeda dengan saya?
d.      Apakah saya mengajarkan keahlian yang dibutuhkan murid untuk berbicara di kelas, terutama kepada murid mempunyai kultur yang jarang memberi peluang orang untuk berbicara “ di depan umum”.

7.      Keahlian Teknologi
Teknologi itu sendiri tidak selalu meningkatkan kemampuan belajar murid. Dibutuhkan syarat atau kondisi lain untuk menciptakan lingkungan belajar yang mendukung proses belajar murid (Earle, 2002; Sharp, 2002). Kondisi-kondisi ini antara lain (international Society for Technology in Education, 2001):
1.      Visi dan dukungan dari tokoh pendidikan
2.      Guru yang menguasai teknologi untuk pengajaran
3.      Standar dan isi kurikulum
4.      Penilaian efektivitas teknologi untuk pembelajaran, dan
5.      Memandang anak sebagai pembelajar yang aktif dan konstruktif.

Guru yang efektif mengembangkan keahlian teknologi dan mengintegrasikan komputer ke dalam proses belajar di kelas(Male, 2003). Integrasi ini harus disesuaikan dengan kebutuhan belajar murid, termasuk kebutuhan mempersiapkan murid untuk mencari pekerjaan di masa depan, yang akan sangat membutuhkan keahlian teknologi dan keahlian berbasis komputer (Maney, 1999).


B.     KOMITMEN DAN MOTIVASI

Menjadi guru yang efektif juga membutuhkan komitmen dan motivasi. Aspek ini mencakup sikap yang baik dan perhatian kepada murid. Guru yang efektif juga punya kekpercayaan diri terhadap kemampuan mereka dan tidak akan membiarkan emosi negatif melunturkan motivasi mereka. Dalam setiap pekerjaan, orang mudah berperilaku negatif. Semangat yang menggebu pada awal masa kerja bisa jadi berubah menjadi kejemuan. Setiap hari, guru yang efektif akan membawa sikap positif dan semangat ke dalam kelas. Sifat-sifat ini mudah menular dan membantu membuat kelas menjadi nyaman bagi murid.


Daftar Pustaka:
Santrock, J. W. (2004). Psikologi Pendidikan. jakarta: PRENAMEDIAGROUP.

Selasa, 04 April 2017

Psikologi Pendidikan: Mendidik Anak Berdasarkan Temperamennya



Dalam dunia pendidikan, sebagai tenaga pendidik, kita harus memperhatikan aspek-aspek eksternal maupun internal murid. Selain kognitif tiap individu yang bervariatif, kita perlu memperhatikan variasi kepribadian dan temperamen individualnya. Kali ini saya akan membahas beberapa strategi pendidikan terhadap temperamen anak.

Temperamen yang dimaksud disini adalah gaya perilaku seseorang dan cara khasnya dalam memberikan tanggapan atau respons. Ada murid bertemperamen aktif sedangkan lainnya tenang. Beberapa murid merespons orang lain dengan hangat, sedangkan yang lainnya acuh ‘tak acuh. Ilmuwan yang mempelajari temperamen berusaha mengklasifikasi temperamen. Klasifikasi paling terkenal adalah klasifikasi yang dikemukakan Alexander Chess dan Stella Thomas (Chess & Thomas, 1977; Thomas & Chess 1991). Mereka percaya bahwa ada tiga tipe atau jenis temperamen:

1.     
       "Anak mudah" (easy child) yang biasanya memiliki mood positif,         cepat membangun rutinitas, dan mudah beradaptasi dengan pengalaman baru.


     

"Anak sulit" (difficult child.) Anak yang cenderung bereaksi negatif,  cenderung agresif kurang kontrol diri, dan lamban dalam menerima        pengalaman baru. 


    


"Anak lambat bersikap hangat" (slow-to-warm-up child) biasanya beraktivitas lamban, agak negatif, menunjukkan kelambanan dalam beradaptasi, dan intensitas mood yang rendah.






Temperamen sulit atau temperamen yang merefleksikan kurangnya kontrol diri dapat membuat murid kena masalah. Dalam satu studi, remaja bertemperamen sulit biasanya mudah tergoda oleh penyalahgunaan narkoba dan mudah stres (Tubman & Windle, 1995). Dalam studi lain, faktor temperamen yang diberi label “di luar kendali" (mudah tersinggung dan terganggu) yang diketahui ada pada usia 3 sampai 5 tahun ternyata ada hubungannya dengan problem perilaku yang muncul pada usia 13 sampai 15 tahun (Caspi, dkk., 1995). Pada rentang usia yang sama, faktor temperamen yang diberi label "approach" (keramahan, mau mengeksplorasi situasi baru) dikaitkan dengan sedikitnya kecemasan dan depresi.

Mary Rothbard dan John Bates (1998) menyimpulkan bahwa, berdasarkan riset terkini, kerangka terbaik untuk mengklasifikasikan temperamen adalah dengan merevisi kategori Chess dan Thomas (easy, difficult, dan slow-to-warm-up). Klasifikasi temperamen sekarang ini lebih difokuskan pada: (1) sikap dan pendekatan positif (2) sikap negatif dan (3) usaha kontrol (pengaturan diri. Juga, muncul minat untuk mengkaji konteks, seperti sekolah dan kelas, melunakkan ekspresi temperamen (Goldsmith, dkk., 2001; Sanson & Rothbard, 2002; Wachs & Kohnstamm, 2001).

Teaching Strategies: Temperamen Anak
Beberapa strategi pengajaran yang berhubungan dengan temperamen murid (Sanson & Rothbard 1995):

       Beri perhatian dan penghargaan pada individu. Guru perlu peka terhadap isyarat dan kebutuhan murid. Tujuan dari pengajaran yang baik mungkin dapat tercapai lewat satu cara pada satu murid, kemudian cara lain kepada murid lain, tergantung pada temperamen si murid. Beberapa temperamen menghasilkan kesulitan dalam pembelajaran. Misalnya, anak yang mudah stres, terlihat dalam sikapnya yang gampang tersinggung, berperilaku menghindar atau enggan berbicara dengan guru.


    Perhatikan struktur lingkungan murid. Kelas dengan kapasitas anak didik yang penuh-sesak dan berisik sering menimbulkan banyak masalah bagi anak "sulit" ketimbang anak "mudah".

    Waspadai masalah yang dapat muncul apabila memberi cap "sulit" bagi seorang anak dan menyusun paket program untuk anak sulit. Beberapa buku dan program untuk orang tua dan guru terutama difokuskan pada temperamen anak (Cameron, Hansen, & Rosen, 1989; Turecki & Tonner, 1989) Sebagian besar difokuskan pada anak-anak sulit.


Akan lebih membantu untuk mengetahui bahwa ada murid yang lebih susah diajar daripada mengetahui yang lainnya. Nasihat tentang cara menangani temperamen tertentu juga berguna. Akan tetapi, apakah suatu karakter tersebut dikategorikan sebagai "sulit" atau tidak, itu semua tergantung kepada lingkungannya, jadi akar permasalahan tidak selalu datang dari si anak. Melabeli seorang anak sebagai anak yang lebih pintar atau kurang pintar juga bisa berbahaya. Demikian pula, melabeli anak sebagai anak "sulit” juga berbahaya karena si anak nantinya akan berperilaku sebagaimana label itu. Ingatlah bahwasanya temperamen dapat diubah sampai pada tingkat tertentu Sanson & Rothbard, 2002)


Daftar Pustaka:
Santrock, J. W. (2004). Psikologi Pendidikan. jakarta: PRENAMEDIAGROUP.

Sabtu, 18 Maret 2017

PSIKOLOGI PENDIDIKAN: Rentang Usia, Jenjang Pendidikan, Metode Pembelajaran


Disusun Oleh:
KELOMPOK 2

Pendidikan adalah proses pertumbuhan yang berlangsung melalui tindakan-tindakan belajar (Whiterington, 1982:10). Dari batasan di atas terlihat adanya kaitan yang sangat kuat antara psikologi pendidikan dengan tindakan belajar. Jadi pembelajaran merupakan proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan. Namun perlu diperhatikan bahwa tidak semua orang dapat diperlakukan dengan porsi yang sama. Dengan adanya perbedaan rentang usia pastinya terdapat daya tampung ilmu yang berbeda-beda tiap rentangnya. Oleh sebab itu terbentuklah suatu jenjang pendidikan yang disesuaikan dengan usia dan kapasitasnya masing-masing. Adapun 4 Jenjang Pendidikan di Indonesia sendiri, yakni: PG/TK, SD, SMP, dan SMA.


  
MASA PRA-SEKOLAH (PG/TK)

Taman kanak-kanak (bahasa Inggriskindergarten), disingkat TK, adalah jenjang pendidikan anak usia dini (usia 6 tahun atau di bawahnya) dalam bentuk pendidikan formal. Kurikulum TK ditekankan pada pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Lama masa belajar seorang murid di TK biasanya tergantung pada tingkat kecerdasannya yang dinilai dari rapor per semester. Secara umum untuk lulus dari tingkat program di TK selama 2 (dua) tahun, yaitu:
·         TK 0 (nol) Kecil (TK kecil) selama 1 (satu) tahun
·         TK 0 (nol) Besar (TK besar) selama 1 (satu) tahun
Setelah lulus dari TK, atau pendidikan sekolah dan pendidikan luar sekolah lainnya yang sederajat, murid kemudian melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih tinggi di atasnya, yaitu Sekolah Dasar atau yang sederajat. Di Indonesia, seseorang tidak diwajibkan untuk menempuh pendidikan di TK. Usia Taman kanak-kanak (Pra sekolah) merupakan fase pekembangan individu : 2-6 tahun, anak mulai memiliki kesadaran tentang dirinya (pria dan wanita), Pada masa usia dini anak mengalami masa keemasan (the golden years) yang merupakan masa dimana anak mulai peka/sensitive untuk menerima berbagai rangsangan. Masa peka pada masing-masing anak berbeda, seiring dengan laju pertumbuhan dan perkembangan anak secara individual. Masa peka adalah masa terjadinya kematangan fungsi fisik dan psikis yang siap merespon stimulasi yang diberikan oleh lingkungan. Berikut Beberapa Aspek-Aspek Perkembangan Anak Usia Dini :

1.      Aspek Perkembangan Kognitif
Tahapan Perkembangan Kognitif sesuai dengan teori Piaget adalah: (1) Tahap sensorimotor, usia 0 – 2 tahun. Pada masa ini kemampuan anak terbatas pada gerak-gerak refleks, bahas awal, waktu sekarang dan ruang yang dekat saja; (2) Tahap pra-operasional, usia 2 – 7 tahun. Masa ini kemampuan menerima rangsangan yang terbatas. Anak mulai berkembang kemampuan bahasanya, walaupun pemikirannya masih statis dan belum dapat berpikir abstrak, persepsi waktu dan tempat masih terbatas; (3) Tahap konkret operasional, 7 – 11 tahun.

Pada tahap ini anak sudah mampu menyelesaikan tugas-tugas menggabungkan, memisahkan, menyusun, menderetkan, melipat dan membagi; (4) Tahap formal operasional, usia 11 – 15 tahun. Pada masa ini, anak sudah mampu berfikir tingkat tinggi, mampu berfikir abstrak.

2.      Aspek Perkembangan Fisik
Perkembangan motorik merupakan perkembangan pengendalian gerakan jasmaniah melalui kegiatan pusat syaraf, urat syaraf dan ototter koordinasi (Hurlock: 1998). Keterampilan motorik anak terdiri atas keterampilan motorik kasar dan keterampilan motorik halus. Keterampilan motorik anak usia 4-5 tahun lebih banyak berkembang pada motorik kasar, setelah usia 5 tahun baru terjadi perkembangan motorik halus.

Pada usia 4 tahun anak-anak masih suka jenis gerakan sederhana seperti berjingkrak-jingkrak, melompat, dan berlari kesana kemari, hanya demi kegiatan itu sendiri tapi mereka sudah berani mengambil resiko. Walaupun mereka sudah dapat memanjat tangga dengan satu kaki pada setiap tiang anak tangga untuk beberapa lama, mereka baru saja mulai dapat turun dengan cara yang sama.

Pada usia 5 tahun, anak-anak bahkan lebih berani mengambil resiko dibandingkan ketika mereka berusia 4 tahun. Mereka lebih percaya diri melakukan ketangkasan yang mengerikan seperti memanjat suatu obyek, berlari kencang dan suka berlomba dengan teman sebayanya bahkan orangtuanya (Santrock,1995: 225)

3.      Aspek Perkembangan Bahasa
Hart & Risley (Morrow, 1993) mengatakan umur 2 tahun, anak-anak memproduksi rata-rata dari 338 ucapan yang dapat dimengerti dalam setiap jam, cakupan lebih luas adalah antara rentangan 42 sampai 672. 2 tahun lebih tua anak-anak dapat mengunakan kira-kira 134 kata-kata pada jam yang berbeda, dengan rentangan 18 untuk 286.

Membaca dan menulis merupakan bagian dari belajar bahasa. Untuk bisa membaca dan menulis, anak perlu mengenal beberapa kata dan beranjak memahami kalimat. Dengan membaca anak juga semakin banyak menambah kosa kata. Anak dapat belajar bahasa melalaui membaca buku cerita dengan nyaring. Hal ini dilakukan untuk mengajarkan anak tentang bunyi bahasa.

4.      Aspek Perkembangan Sosio-Emosional
Masa TK merupakan masa kanak-kanak awal. Pola perilaku sosial yang terlihat pada masa kanak-kanak awal, seperti yang diungkap oleh Hurlock (1998:252) yaitu: kerjasama, persaingan, kemurahan hati, hasrat akan penerimaan sosial, simpati, empati, ketergantungan, sikap ramah, sikap tidak mementingkan diri sendiri, meniru, perilaku kelekatan.

Erik Erikson (1950) dalam Papalia dan Old, 2008:370 seorang ahli psiko analisis mengidentifikasi perkembangan sosial anak: (1) Tahap 1: Basic Trust vs Mistrust (percaya vs curiga), usia 0-2 tahun. Dalam tahap ini bila dalam merespon rangsangan, anak mendapat pengalaman yang menyenangkan akan tumbuh rasa percaya diri, sebaliknya pengalaman yang kurang menyenangkan akan menimbulkan rasa curiga; (2) Tahap 2 : Autonomy vs Shame & Doubt (mandiri vs ragu), usia 2-3 tahun. Anak sudah mampu menguasai kegiatan meregang atau melemaskan seluruh otot-otot tubuhnya.

Anak pada masa ini bila sudah merasa mampu menguasai anggota tubuhnya dapat meimbulkan rasa otonomi, sebaliknya bila lingkungan tidak member kepercayaan atau terlalu banyak bertindak untuk anak akan menimbulkan rasa malu dan ragu-ragu; (3) Tahap 3 : Initiative vs Guilt (berinisiatif vs bersalah), usia 4-5 tahun.

Pada masa ini anak dapat menunjukkan sikap mulai lepas dari ikatan orang tua, anak dapat bergerak bebas dan berinteraksi dengan lingkungannya. Kondisi lepas dari orang tua menimbulkan rasa untuk berinisiatif, sebaliknya dapat menimbulkan rasa bersalah; (4) Tahap 4 : industry vs inferiority (percaya diri vs rasa rendah diri), usia 6 tahun – pubertas.

Anak telah dapat melaksanakan tugas-tugas perkembangan untuk menyiapkan diri memasuki masa dewasa. Perlu memiliki suatu keterampilan tertentu. Bila anak mampu menguasai suatu keterampilan tertentu dapat menimbulkan rasa berhasil, sebaliknya bila tidak menguasai, menimbulkan rasa rendah diri.

Metode Belajar yang Tepat untuk PG/TK
Anak-anak pada usia prasekolah memiliki cirri khas yaitu bermain. Metode pembelajaran melalui bermain adalah metode belajar yang paling tepat digunakan untuk PG/TK. Bermain merupakan kebutuhan anak. Bermain merupakan aktivitas yang positif bagi anak, karena terkandung bermacam-macam fungsi dalam pengembangan kemampuan fisik, motorik, intelektual, bahasa, emosi, dan sosial.
·         Untuk mengembangkan stimulasi kreativitas pada anak, tenaga pendidik dapat memberikan waktu luang pada anak. Biarkan anak menggunakan imajinasinya untuk mengeksplorasi dunia kecilnya.
·         Untuk mengendalikan emosi anak, tenaga pendidik dapat membicarakan ketakutan anak itu, memberinya rasa aman, serta membantu anak dalam mengendalikan emosinya.
·         Untuk mengendalikan sosial anak, tenaga pendidik dapat melibatkan anak dalam suatu kelompok sehingga anak dapat berinteraksi dengan anak-anak lain, belajar bekerja sama, dan melatih kemampuan sosialnya dalam memahami apa yang benar dan apa yang salah serta memahami sudut pandang orang lain.
·         Untuk pemahaman gender, tenaga pendidik harus memberikan pendekatan kepada anak tentang perbedaan biologis anak perempuan dengan anak laki-laki.

Strategi pembelajaran untuk anak PG/TK
Tenaga pendidik dapat melakukan hal-hal di bawah ini dalam mengajar anak-anak.
·         Belajar melalui bernyanyi, dengan bernyanyi dapat membantu mengembangkan rasa percaya diri pada anak, mengembangkan daya ingat anak, dan kemampuan bahasa anak.
·         Belajar melalui bercerita, tenaga pendidik dapat memanfaatkan nilai-nilai positif dari cerita untuk mengembangkan pengetahuan sosial anak, menambah nilai moral dan pengalaman belajar untuk mendengarkan.




MASA SEKOLAH DASAR (SD)

Sekolah dasar (disingkat SD) adalah jenjang paling dasar pada pendidikan formal di Indonesia. Sekolah dasar ditempuh dalam waktu 6 tahun, mulai dari kelas 1 sampai kelas 6. Saat ini murid kelas 6 diwajibkan mengikuti Ujian Nasional (Ebtanas) yang mempengaruhi kelulusan siswa. Lulusan sekolah dasar dapat melanjutkan pendidikan ke tingkat SLTP.
Pelajar sekolah dasar umumnya berusia 7-12 tahun (masa kanak-kanak akhir). Di Indonesia, setiap warga negara berusia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar, yakni sekolah dasar (atau sederajat) 6 tahun dan sekolah menengah pertama (atau sederajat) 3 tahun. Sehubungan dengan rentang usia tersebut, adapun beberapa ciri peserta didik pada tahapan ini (kanak-kanak akhir) adalah sebagai berikut:

A.PERKEMBANGAN FISIK
1. Tinggi dan Berat
Anak-anak tumbuh sekitar 5-8 cm tiap tahunnya antara usia 6 dan 11  tahun dan berat badan meningkat kira-kira dua kali lipat selama pada masa ini. Anak perempuan mempertahankan sedikit lebih banyak lapisan lemak daripada anak laki-laki, suatu karakteristik  yang akan bertahan sampai masa dewasa.
2. Otak
Merupakan perkembangan yang terpenting dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Otak dan kepala merupakan bagian yang tumbuh paling cepat. Meningkatnya ukuran otak disebabkan oleh peningkatan jumlah dan ukuran syaraf-syaraf dalam, dan diantaranya bagian-bagian otak. Peningkatan ukuran otak disebabkan oleh peningkatan mielinisasi yaitu proses dimana sel-sel syaraf dilapisi dan diisolasi oleh sebuah lapisan sel-sel lemak, efeknya dapat meningkatkan kecepatan dan ketepatan penyaluran informasi melalui system syaraf. Mielinisasi penting bagi pendewasaan anak, peningkatan kematangan otak dikombinasikan untuk memperoleh pengalaman dan pemunculan kemampuan kognitif.
3. Perkembangan Motorik Kasar
Contohnya seperti kemampuan anak untuk duduk, berlari, dan melompat. Otot-otot besar dan sebagian atau seluruh anggota tubuh digunakan oleh anak untuk melakukan gerakan tubuh. Perkembangan motorik kasar dipengaruhi oleh proses kematangan anak. Karena proses kematangan setiap anak berbeda, maka laju perkembangan seorang anak bisa saja berbeda dengan anak lainnya.
4. Perkembangan Motorik Halus
Adapun perkembangan motorik halus merupakan perkembangan gerakan anak yang menggunakan otot-otot kecil atau sebagian anggota tubuh tertentu. Perkembangan pada aspek ini dipengaruhi oleh kesempatan anak untuk belajar dan berlatih. Kemampuan menulis, menggunting, dan menyusun balok, termasuk contoh gerakan motorik halus.

B. PERKEMBANGAN KOGNITIF
Menurut Piaget (1952) masa kanak-kanak adalah masa pra operasional. Anak-anak prasekolah membentuk konsep yang stabil, dan mereka memulainya dari akal, tetapi pikiran mereka rusak karena egosentris dan sistem kepercayaan magis.
PENDEKATAN PIAGET: OPERASIONAL KONKRET
Terbentuk kira-kira pada usia 7-11 tahun. Pada tahap ini, anak-anak dapat melakukan operasi konkrit, dan berpikir secara logika selama dapat diaplikasikan secara spesifik ataupun contoh yang spesifik. Ingat bahwa operasi adalah tindakan mental yang bersifat reversibel, dan operational concrete dapat diaplikasikan secara nyata, benda-benda konkrit.
Anak yang telah mencapai tahap concrete operational juga mampu dalam seriation, dimana kemampuan tersebut mampu menstimulasi sepanjang dimensi kuantitatif (contohnya panjang). Seperti contoh, seorang guru meletakkan 8 buah tongkat dalam ukuran panjang yang berbeda dan guru meminta mereka untuk mengurutkannya. Namun, anak–anak mengurutkannya berdasarkan ukuran ‘besar’ dan ‘kecil’ daripada mengurutkannya sesuai ukuran. Seharusnya pengurutannya berdasarkan dari pendek ke panjang.

C. PERKEMBANGAN BAHASA
Bahasa adalah sebuah sistem komunikasi yang terdiri atas kata-kata dan simbol-simbol yang digabungkan dalam suatu aturan dan digunakan untuk menghasilkan pesan dalam jumlah tak terbatas Anak-anak dapat menggunakan bahasa untuk mempengaruhi perilaku orang lain, untuk mengeksplorasi dan belajar tentang lingkungan mereka, dan untuk diri dari kenyataan dengan menggunakan imajinasi mereka.
Bahasa membantu anak untuk mengatur persepsi dan pemikiran, mengendalikan tindakan mereka, dan bahkan untuk memodifikasi emosi mereka. Salah satu bagian terpenting dalam proses belajar pada perkembangan anak adalah pengembangan komunikasi komunikatif dimana anak-anak mengalami kemampuan dalam menyampaikan pikiran, perasaan, dan niat dalam cara yang berarti dan budaya. Komunikasi didefinisikan ke dalam dua proses yaitu kita mengirim dan menerima pesan kepada orang lain.

Metode Belajar Untuk Anak SD (Anak-AnakAkhir)
Berdasarkan perkembangan usia anak-anak akhir tersebut maka kita harus memilah metode mana saja yang tepat untuk usia 6-11 tahun tersebut, diantaranya :
1.      Metode “chungking
Metode chungking adalah metode yang memudahkan siswa dalam mengingat sesuatu. Misalnya mengingat sederet kata: sapi, rumput, lapangan, tennis, air, anjing, danau. Dalam hal ini siswa bisa mempergunakan metode chunking untuk mengingat kata tersebut, yaitu : “SAPI terlihat makan RUMPUT disamping LAPANGAN TENIS. Setelah itu ia meminum AIR yang tidak jauh dari ANJING yang sedang memandang DANAU di seberang.”
Cara yang efektif dalam metode ini adalah banyak bertanya. Apabila guru sudah banyak memberikan instruksi kepada siswa untuk menghafal sesuatu, siswa harus diberi pertanyaan yang banyak terkait dengan materi yang dipelajari. Ini dilakukan untuk mengetahui letak kesulitan siswa dalam menghafal sehingga guru bisa langsung membantu permasalahannya tersebut.

2.      Metode Belajar Kolaboratif
Metode belajar kolaboratif ini adalah kegiatan belajar dimana siswa SD dibagi dalam beberapa kelompok dan bekerja sama dalam menyelesaikan masalah untuk menempuh suatu tujuan. Metode belajar kelompok ini juga bermanfaat dalam mengasah kemampuan sosial anak, bekerja sama dengan teman yang lain, dan menjadi pemimpin dalam sebuah kelompok. Metode ini dapat juga mengasah kemampuan komunikasi komunikatif anak.

3.      Metode Alat Peraga dan Contoh Konkret
Mengacu pada Piaget, bahwa anak usia 6-11 tahun berada dalam tahap operasional konkret bahwa anak akan menangkap objek secara nyata dan benda-benda konkret maka menggunakan alat peraga dan simbol adalah alat bantu yang baik untuk memahami materi pembelajaran yang disampaikan guru. Misalnya, dengan mempraktikkan gaya pegas dengan langsung membawa ketapel, atau menghitung penjumlahan dan pengurangan  dengan sempoa.



MASA SMP (SEKOLAH MENENGAH PERTAMA)

Sekolah menengah pertama (disingkat SMP, bahasa Inggris: junior high school) adalah jenjang pendidikan dasar pada pendidikan formal di Indonesia setelah lulus sekolah dasar (atau sederajat). Sekolah menengah pertama ditempuh dalam waktu 3 tahun, mulai dari kelas 7 sampai kelas 9. Murid kelas 9 diwajibkan mengikuti Ujian Nasional (dahulu Ebtanas) yang memengaruhi kelulusan siswa. Lulusan sekolah menengah pertama dapat melanjutkan pendidikan ke sekolah menengah atas atau sekolah menengah kejuruan (atau sederajat).
Pelajar sekolah menengah pertama umumnya berusia 13-15 tahun. Di Indonesia, setiap warga negara berusia 7-15 tahun tahun wajib mengikuti pendidikan dasar, yakni sekolah dasar (atau sederajat) 6 tahun dan sekolah menengah pertama (atau sederajat) 3 tahun. Dengan kata lain peserta didik pada jenjang ini adalah kalangan remaja, terutama remaja awal.
Remaja atau adolescence bersal dari bahasa latin “adolescence” yang berarti tumbuh kearah kematangan. Kematangan yang dimaksud adalah bukan hanya kematangan fisik saja, tetapi juga kematangan sosial dan psikologis. Remaja juga dapat didefinisikan sebagai tahap perkembangan transisi yang membawa individu dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Ada dua pandangan teoritis tentang remaja. Menurut pandangan teoritis pertama yang dicetuskan oleh Psikolog G.Stanley Hall : Adolescence is atime of “strom and stess”. Artinya, remaja adalah masa yang penuh dengan “badai dan tekanan jiwa”, yaitu masa dimana terjadi perubahan besar secara fisik, intelektual dan emossional pada seseorang yang menyebabkan kesedihan dan kebimbangan (konflik) pada yang bersangkutan, serta dapat menimbulkan konflik dengan lingkungannya. Dalam hal ini Sigmund freud dan Erikson meyakini bahwa perkembangan pada masa remaja penuh dengan konflik. Menurut teoritis yang kedua, masa remaja bukanlah masa yang penuh dengan konflik. Menurut hurlock (1964) remaja awal (12/13 tahun-17/18 tahun), remaja akhir (17/18 tahun-21/22 tahun).

Ciri-ciri Remaja Awal (10-14 tahun).
1)      Ciri fisik:
v  Laju perkembangan secara umum berlangsung sangat cepat/pesat.
v  Proporsi ukuran tinggi dan berat badan sering kali kurang seimbang.
v  Munculnya ciri-ciri sekunder (tumbuh bulu pada pubic region, otot mengembang pada bagian-bagian tertentu), disertai mulai aktifnya sekresi kelenjar jenis kelamin (menstruasi pada wanita dan day dreaming pada laki-laki).
2)      Ciri Psikomotor :
v  Gerak-gerik tampak canggung dan kurang terkoordinasikan.
v  Aktif dalam berbagai jenis cabang permainan.
3)      Ciri Bahasa:
v  Berkembangnya penggunaan bahasa sandi dan mulai  tertarik mempelajari bahasa asing.
v  Menggemari literatur yang bernafaskan dan mengandung segi erotik, fantastik, dan estetik.
Ciri-ciri Perkembangan Remaja
Perkembangan remaja terlihat dengan ciri-ciri sebagai berikut :
A.    Perkembangan Biologis
Perubahan fisik seperti pubertas merupakan hasil aktifitas hormonal dibawah pengaruh sistem saraf pusat. Perubahan fisik yang sangat jelas tampak pada pertumbuhan peningkatan fisik dan pada penampakan serta perkembangan karakteristik seks sekunder.
B.     Perkembangan Psikologis
Teori psikososial tradisional menganggap bahwa kritis perkembangan pada masa remaja menghasilkan terbentuknya identitas. Pada masa remaja mereka mulai melihat dirinya sebagai individu yang lain.
C.    Perkembangan Kognitif
Berfikir kognitif mencapai puncaknya pada kemampuan berfikir abstrak. Remaja tidak lagi dibatasi dengan kenyataan dan aktual yang merupakan ciri periode konkret, remaja juga memerhatikan terhadap kemungkinan tentang hal yang akan terjadi. Proses berfikir sudah mampu mengoperasikan kaidah-kaidah logika formal (asosiasi,diferensiasi, komparasi, kausalitas) yang bersifat abstrak, meskipun relatif terbatas. Kecakapan dasar intelektual menjalani laju perkembangan yang terpesat dan cepat. Kecakapan dasar khusus (bakat) mulai menunjukkan kecenderungan-kecenderungan yang lebih jelas.
D.  Perkembangan Moral
Adanya ambivalensi antara keinginan bebas dari dominasi pengaruh orang tua dengan kebutuhan dan bantuan dari orang tua. Dengan sikapnya dan cara berfikirnya yang kritis seorang remaja mulai mengiuji kaidah-kaidah atau sistem nilai etis dengan kenyataannya dalam perilaku sehari-hari oleh para pendukungnya.
E.     Perkembangan Spiritual
Seorang remaja mampu memahami konsep abstrak dan menginterpirasikan analogi serta simbol-simbol. Mereka mampu berempati, berfilosofi, dan berfikir secara logis. Kemudian mengenai eksistensi dan sifat kemurahan dan keadilan Tuhan mulai dipertakan secara kritis dan skeptis. Penghayatan kehidupan keagamaan sehari-hari dilakukan atas pertimbangan  adanya semacam tuntutan yang memaksa dari luar dirinya. Dan masih mencari dan mencoba menemukan pegangan hidup.
F.     Perkembangan Sosial
Remaja harus mampu membebaskan diri mereka dari dominasi keluarga dan menetapkan sebuah identitas yang mandiri dari kewenangan keluarga. Masa remaja adalah masa dengan kemampuan bersosialisasi yang kuat terhadap teman dekat dan teman sebaya.

Ciri Konatif, Emosi,  Afektif, dam Kepribadian remaja :
a)      Lima kebutuhan dasar ( fisiologis,rasa aman, kasih sayang, harga diri, dan aktualisasi diri) mulai menunjukkan arah kecenderungannya.
b)      Reaksi-reaksi dan ekspresi emosionalnya masih labih dan belum terkendali seperti pernyataan marah, gembira atau kesedihannya masih dapat berubah-ubah dan silih berganti dalam waktu yang cepat.
c)      Kecenderungan-kecenderunganarah sikap nilai mulai tampak (teoritis, ekonomis, estetis, sosial, politis, dan religius), meski masih dalam taraf eksplorasi dan mencoba-coba.
d)     Merupakan masa kritis dalam rangka menghadapi kritis identitanya yang sangat dipengaruhi oleh kondisi psikososialnya, yang akan membentuk kepribadiannya.
Macam Metode Pembelajaran untuk siswa SMP
Siswa SMP adalah siswa yang rata- rata berumur remaja yang menurut ahli perkembangan erik erikson berada dalam masa mencari identitas.jadi menurut pendapat ahli tersebut dapat ditarik beberapa metode yang cocok digunakan untuk siswa smp
1. Metode pembelajaran memungkinkan komunikasi 2 arah terjadi seperti guru memberikan materi berupa ceramah,kemudian guru memberikan kesempatan bagi siswa untuk bertanya.,jika tidak ada siswa yang bertanya maka guru dapat memberikan dorongan dengan membuatnya menjadi tertarik untuk bertanya
2. Metode pembelajaran kelompok
Rata rata remaja usia smp suka berkelompok dengan teman teman sebayanya,jadi naluriberkelompok tersebut dapat digunakan oleh guru untuk menunjang pembelajaran
3. Metode pembelajaran berdasarkan masalah yang berkembang kemudian guru bisa mengajak siswanya untuk menyelesaikan permasalahan secara bersama-sama



MASA SMA (SEKOLAH MENENGAH DASAR)

Masa SMA adalah masa transisi dari usia remaja menuju kedewasaan awal, sehingga logika orang dewasa bagi anak usia SMA sudah masuk dalam frame berpikirnya. Di saat yang sama pada usia SMA, seorang remaja masih belum punya beban dan tekanan sebagaimana layaknya orang dewasa. Adapun beberapa ciri seseorang pada tahapan ini ialah:
1.      Seorang siswa SMA biasaya ada pada tahap Remaja Akhir ( 16-19 tahun)
2.      Manunjukkan pengungkapan kebebasan diri
3.      Lebih selektif mencari teman
4.      Memiliki citra (gambaran, keadaan, peranan) terhadap dirinya
5.      Mulai dapat mewujudkan perasaan cinta
6.      Berpikiran abstrak
Selain ciri umum diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pada masa ini terdapat beberapa perkembangan khusus pada remaja, antaralain:
*      Perkembangan Biologis
Perubahan fisik (pubertas) sebagai hasil aktifitas hormonal dibawah pengaruh sistem saraf pusat. Perubahan fisik tampak pada pertumbuhan peningkatan fisik serta perkembangan karakteristik seks sekunder.

*      Perkembangan Psikologis
Sifat kritis sebagai bentuk perkembangan pada masa remaja menghasilkan terbentuknya identitas. Pada masa ini mereka mulai melihat dirinya sebagai individu yang lain.

*      Perkembangan Kognitif
Kemampuan berfikir abstrak mencapai puncaknya. Remaja tidak dibatasi lagi dengan kenyataan dan aktual yang konkret, remaja juga memerhatikan kemungkinan yang akan terjadi.

*      Perkembangan Moral
Dalam memperoleh autonomi dari orang dewasa, remaja harus menggantikan seperangkat moral dan nilai mereka sendiri.

*      Perkembangan Sosial
Remaja harus membebaskan diri mereka dari dominasi keluarga dan menetapkan sebuah identitas yang mandiri dari kewenangan keluarga. Masa remaja adalah masa dengan kemampuan bersosialisasi yang kuat terhadap teman dekat dan teman sebaya.

*      Perkembangan Seksual
Peserta didik pada usia sekolah menengah (masa remaja)  berusaha secara total menemukan satu identitas, berupa perwujudan orientasi seksual yang tercermin dari hasrat seksual, emosional, romantis, dan atraksi kasih sayang kepada anggota jenis kelamin yang sama atau berbeda atau keduanya. Seseorang peserta didik yang tertarik pada anggota jenis kelamin lain disebut heteroseksual. Sebaliknya, seseorang yang terterik pada anggota jenis kelamin yang sama disebut homoseksual

*      MODEL PEMBELAJARAN
Model pembelajaran yang di maksud adalah bentuk pembelajaran yang terdeskripsikan dari awal sampai akhir yang disajikan secara khusus oleh tenaga pendidik, yang merupakan bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Ada banyak model pembelajaran dan beberapa yang disarankan pada tahap / jenjang pendidikan SMA, namun diantaranya yang belakangan ini cukup menarik yang sempat merupakan kurikulum pengajaran SMA tahun 2013 silam, adalah sebagai berikut:

1. Inquiry Based Learning

  • Observasi/Pengamatan
  • Mengajukan pertanyaan 
  • Mengajukan hipotesis/dugaan, mengasosiasi atau melakukan penalaran.
  • Mengumpulkan data yang terakait dengan hipotesa atau pertanyaan yang diajukan/memprediksi dugaan
  • Merumuskan kesimpulan-kesimpulan berdasarkan data yang telah diolah atau dianalisis, mempresentasikan atau menyajikan hasil temuannya.

2. Discovery Based Learning

  • Stimulation (memberi stimulus); bacaan, atau gambar, atau situasi, sesuai dengan materi pembelajaran/topik/tema. 
  • Problem Statement (mengidentifikasi masalah); menemukan permasalahan menanya, mencari informasi, dan merumuskan masalah.
  • Data Collecting (mengumpulkan data); mencari dan mengumpulkan data/informasi, melatih ketelitian, akurasi, dan kejujuran, mencari atau merumuskan berbagai alternatif pemecahan masalah
  • Data Processing (mengolah data); mencoba dan mengeksplorasi pengetahuan konseptualnya,  melatih keterampilan berfikir logis dan aplikatif.
  • Verification (memferifikasi); mengecek kebenaran atau keabsahan hasil pengolahan data, mencari sumber yang relevan baik dari buku atau media, mengasosiasikannya menjadi suatu kesimpulan.
  • Generalization (menyimpulkan); melatih pengetahuan metakognisi peserta didik.

3. Problem Based Learning

  • Orientasi pada masalah; masalah yang menjadi objek pembelajaran yang diamati.
  • Melakukan pengorganisasian kegiatan pembelajaran; menyampaikan berbagai pertanyaan terhadap masalah kajian.
  • Penyelidikan secara mandiri maupun kelompok; melakukan percobaan untuk memperoleh data dalam menyelesaikan masalah yang dikaji.
  • Pengembangan dan Penyajian hasil; mengasosiasi data yang ditemukan dengan berbagai data lain dari berbagai sumber. 
  • Analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah; 

4. Project  Based Learning

  • Menyiapkan pertanyaan atau penugasan proyek
  • Mendesain perencanaan proyek
  • Menyusun jadwal sebgai langkah nyata dari sebuah proyek.
  • Memonitor kegiatan dan perkembangan proyek
  • Menguji hasil
  • Mengevaluasi kegiatan/pengalaman

*      METODE PEMBELAJARAN
Metode pembelajaran adalah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Berdasarkan model pembelajaran diatas, beberapa metode yang dapat digunakan adalah:
1)   Diskusi
2)   Eksperimen
3)   Demonstrasi

4)   Simulasi